Di era digital saat ini, kita hidup dalam zaman yang penuh dengan informasi. Setiap hari, bahkan setiap menit, kita disuguhkan berbagai berita—baik dari media sosial, grup WhatsApp, hingga portal berita online. Namun, tidak semua informasi itu benar. Ada yang salah, menyesatkan, bahkan sengaja dibuat untuk merusak.
Pada tulisan kali ini, penulis akan membahas sebuah sikap yang sangat penting dalam Islam, yaitu tabayun, atau bersikap hati-hati dan memverifikasi informasi terlebih dulu, sebelum kita percaya dan menyebarkannya.
Definisi Tabayun dan Urgensinya
Kata tabayun berasal dari bahasa Arab, yang artinya "mencari kejelasan", "memverifikasi", atau "klarifikasi". Dalam Islam, tabayun adalah prinsip penting dalam menyikapi segala bentuk informasi agar kita tidak terjerumus pada dosa atau menzalimi orang lain karena berita yang tidak benar.
Mengapa tabayun penting?
Karena tanpa tabayun, kita bisa:
· Salah menuduh orang.
· Menyebarkan fitnah.
· Merusak persaudaraan.
· Menyesal di kemudian hari.
Dalil Al-Qur'an tentang Tabayun
Allah SWT berfirman dalam QS. 49.Al-Hujurat ayat 6:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِين﴾
"Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka telitilah (tabayunlah) dengan cermat, agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena kebodohan (tanpa mengetahui keadaannya) yang menyebabkan kalian menyesali perbuatan itu."
Makna dan Hikmahnya:
· Ayat ini menekankan pentingnya tabayun (klarifikasi) sebelum mempercayai suatu berita.
· Allah memperingatkan agar kita tidak gegabah dalam menilai atau menghukum seseorang hanya berdasarkan kabar dari orang yang tidak terpercaya.
· Kesalahan dalam menyikapi berita bisa berujung pada penyesalan dan dosa
· bahwa setiap informasi harus dicek, terutama jika datang dari orang yang tidak terpercaya. Tabayun adalah bentuk kehati-hatian.
Hadis Rasulullah SAW
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam."
jika kita belum yakin bahwa apa yang akan kita sampaikan itu benar dan membawa manfaat, lebih baik diam. Termasuk dalam menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.
Kisah Nabi dan Tabayun
A. Nabi Yusuf AS: Difitnah oleh Istri Al-Aziz
Suatu hari, Nabi Yusuf — seorang pemuda yang tampan dan bertakwa — tinggal di rumah seorang pejabat tinggi Mesir. Istri sang pejabat jatuh hati pada Yusuf dan mencoba menggoda beliau. Tapi apa yang dilakukan Yusuf?
Beliau lari!
Beliau tidak tergoda, karena takut kepada Allah. Tapi sang istri tidak terima. Dia membalikkan keadaan, lalu memfitnah Yusuf: "Dialah yang ingin berbuat buruk padaku!"
Saat suaminya datang, mereka pun mencari kebenaran. Lalu ada seseorang yang berkata:
إِن كَانَ قَمِيصُهُۥ قُدَّ مِن قُبُلٍۢ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ ٱلْكَٰذِبِينَ • وَإِن كَانَ قَمِيصُهُۥ قُدَّ مِن دُبُرٍۢ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِن ٱلصَّٰدِقِينَ
“Jika bajunya sobek di bagian depan, maka perempuan itu benar dan Yusuf berbohong. Tapi jika bajunya sobek di belakang, maka Yusuf benar dan perempuan itu berbohong.”
(QS.12. Yusuf: 26–27)
Ternyata bajunya sobek di belakang, tanda bahwa Yusuf lari dan bukan pelaku.
Yusuf tetap menjaga diri meski sendirian. Dan Allah menunjukkan kebenaran-Nya.
B. Berita Bohong terhadap Aisyah RA
Peristiwa ini terjadi setelah Rasulullah SAW dan para sahabat selesai dari Perang Bani Musthaliq.
Siti Aisyah RA, istri Rasulullah yang saat itu masih muda dan lembut hatinya, ikut dalam rombongan perang dan diangkut di atas haudaj (semacam tandu tertutup yang dipikul di atas unta).
Kalung yang Hilang
Dalam perjalanan pulang ke Madinah, rombongan berhenti sejenak. Siti Aisyah keluar untuk buang air kecil di tempat yang agak jauh dari tenda.
Tiba-tiba, beliau sadar bahwa kalungnya hilang — kalung dari batu onyx yang dipinjam dari kakaknya, Asma' binti Abu Bakar.
Karena merasa bertanggung jawab, Aisyah kembali ke tempat tadi untuk mencari kalungnya.
Ketika Kembali… Rombongan Sudah Pergi!
Waktu mencari kalung cukup lama, dan saat kembali ke tempat peristirahatan... rombongan sudah berangkat!
Apa yang terjadi?
Para sahabat yang mengangkat haudaj mengira Aisyah masih berada di dalamnya. Karena tubuh Aisyah kecil dan ringan, mereka tidak sadar bahwa haudaj itu kosong.
Siti Aisyah pun tertinggal sendirian di padang pasir.
Siti Aisyah Menunggu dengan Penuh Sabar
Apa yang dilakukan Aisyah?
Beliau tidak panik. Beliau duduk diam di tempatnya dan berkata dalam hati:
“Jika mereka menyadari aku tidak ada, pasti mereka akan kembali mencariku.”
Beliau duduk sambil bersandar dan akhirnya tertidur karena lelah.
Tak lama kemudian, datanglah sahabat Nabi bernama Safwan bin Al-Mu'attal. Ia ditugaskan sebagai orang yang berjalan paling belakang dari rombongan, memastikan tidak ada yang tertinggal.
Saat melihat Aisyah tidur sendirian, Safwan berkata:
“Inna lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn…”
(Sungguh, ini adalah ujian!)
Beliau langsung menundukkan pandangannya, menghormati Aisyah, dan tanpa berkata apa-apa, meminjamkan untanya agar Aisyah bisa duduk di atasnya. Safwan memegang tali unta dan berjalan memandunya tanpa sepatah kata pun.
Awal Mula Fitnah
Melihat mereka datang berdua dari arah belakang, orang-orang munafik mulai menyebarkan fitnah jahat:
"Aisyah bersama laki-laki bukan mahramnya. Pasti ada sesuatu di antara mereka..."
Fitnah itu menyebar luas di Madinah dan mengguncang rumah tangga Rasulullah SAW.
Aisyah RA sampai sakit selama berminggu-minggu, bahkan tidak tahu bahwa dirinya sedang difitnah. Sampai suatu hari, ia mendengar langsung kabar itu dari seorang perempuan yang membicarakannya di rumah
Kesedihan Rasulullah dan Aisyah
Kaum munafik menyebarkan berita bohong tentang Aisyah RA, istri Nabi Muhammad SAW. Sebagian orang mulai percaya tanpa klarifikasi.
Rasulullah SAW pun sedih. Beliau tidak langsung menuduh, tetapi juga bingung karena ini menyangkut kehormatan keluarganya. Beliau menunggu wahyu dari Allah.
Allah kemudian menurunkan wahyu yang membela Aisyah dan memerintahkan kaum Muslim untuk tidak menuduh tanpa bukti.
Aisyah berkata:
“Demi Allah, aku tidak akan berkata kecuali seperti yang dikatakan oleh Nabi Ya’qub
: فَصَبْرٌ جَمِيلٌ – Maka kesabaran yang indah itu yang kupilih.”
Akhirnya, setelah satu bulan penuh kesedihan dan guncangan, turunlah wahyu dari Allah:
إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُوا بِٱلْإِفْكِ عُصْبَةٌۭ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّۭا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian mengira bahwa berita itu buruk bagi kalian, bahkan itu baik bagi kalian."
(QS. 24. An-Nūr: 11)
Allah membersihkan nama Siti Aisyah dari tuduhan dan mengabadikan pembelaan terhadapnya dalam Al-Qur’an.
Hikmah Besar untuk Kita
1. Jangan cepat percaya gosip.
Orang-orang munafik menyebarkan fitnah karena kita mudah percaya tanpa klarifikasi.
2. Tabayun menyelamatkan.
Rasulullah SAW tidak langsung menuduh Aisyah. Beliau menunggu bukti dan wahyu. Ini pelajaran penting bagi kita: jangan menilai seseorang tanpa fakta.
3. Sabar saat difitnah.
Aisyah memilih “فَصَبْرٌ جَمِيلٌ” — kesabaran yang indah. Itu pilihan terbaik saat kita tidak bisa membela diri dengan kata-kata.
4. Allah pasti bela hamba-Nya yang benar.
Mungkin manusia tidak bisa membela kita, tapi Allah Maha Tahu dan Maha Adil.
Kalung yang hilang, haudaj yang ringan, kesabaran seorang istri, suami yang bijak, dan fitnah yang menyakitkan — semuanya jadi pelajaran luar biasa untuk kita sebagai muslim dan muslimah.
Mari kita jaga lisan, jaga prasangka, dan jadi perempuan/ laki-laki yang penuh hikmah.
"Kalau ada berita yang belum jelas, jangan cepat sebar. Tabayun dulu. Karena bisa jadi, kita sedang menyakiti orang baik tanpa sadar.”
Bahaya Tidak Tabayun
· Menjadi penyebar fitnah: Jika berita yang kita sebar ternyata salah, kita ikut berdosa.
· Kerusakan sosial: Bisa menyebabkan permusuhan, pertengkaran, bahkan pertumpahan darah.
· Menyesal di akhir: Kita bisa menyakiti orang yang tidak bersalah.
· Tanggung jawab di akhirat: Setiap ucapan dan postingan akan dimintai pertanggungjawaban
Cara Praktis Melakukan Tabayun
1. Tahan jari dan lisan – Jangan langsung sebar berita.
2. Cek sumber informasi – Apakah bisa dipercaya?
3. Klarifikasi ke pihak terkait – Apakah berita ini benar?
4. Tanya ke ahli atau ulama – Jangan main asumsi.
5. Hindari menyebar yang meragukan – Lebih baik diam daripada salah.
Tabayun bukan hanya tuntunan agama, tapi juga kebutuhan di zaman sekarang. Dengan tabayun, kita menjaga hati, lisan, dan jari kita dari menyakiti orang lain. Dengan tabayun, kita menjaga ukhuwah dan persatuan umat. Dan dengan tabayun, kita mendekatkan diri kepada Allah dengan sikap jujur dan bertanggung jawab. Semoga kita menjadi pribadi yang cerdas, kritis, dan bijaksana dalam menerima dan menyampaikan berita.
(Dari berbagai sumber )
Penulis : Eri Rahmawati, S.Pd.i., M.M.Pd.
Editor : RN
Comments (0)