Emosi Marah dalam Islam Menurut al Qur'an dan Hadist

Dikisahkan dalam Al-Quran, kemarahan pernah ditunjukan pada kisah Nabi Musa as. dan Nabi Yunus as. Dalam cerita yang berbeda. Hal ini tertera pada surat Al-A’raf ayat 150 yang berbunyi:

 

وَلَمَّا رَجَعَ مُوْسٰٓى اِلٰى قَوْمِهٖ غَضْبَانَ اَسِفًاۙ قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُوْنِيْ مِنْۢ بَعْدِيْۚ اَعَجِلْتُمْ اَمْرَ رَبِّكُمْۚ وَاَلْقَى الْاَلْوَاحَ وَاَخَذَ بِرَأْسِ اَخِيْهِ يَجُرُّهٗٓ اِلَيْهِ ۗقَالَ ابْنَ اُمَّ اِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُوْنِيْ وَكَادُوْا يَقْتُلُوْنَنِيْۖ فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْاَعْدَاۤءَ وَلَا تَجْعَلْنِيْ مَعَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ.

 

 

“Dan ketika Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati dia berkata, “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan selama kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan memegang kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya. (Harun) berkata, “Wahai anak ibuku! Kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja mereka membunuhku, sebab itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat kemalanganku, dan janganlah engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zalim.”

 

Berbeda kisah, Nabi Yunus juga pernah mengalami puncak emosi marah. Sehingga hal ini dikisahkan dalam al qur'an pada surat Al-Anbiya ayat 87 yang berbunyi:

 

وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

 

“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.”

 

Dari kedua ayat di atas, kita bisa mengetahui bahwa Nabi Musa dan Nabi Yunus pernah mengalami emosi marah, hingga terjadi kontak fisik yang dilakukan Nabi Musa menarik rambut saudaranya Harun. Menggambarkan emosi marah Nabi Musa ketika melihat kemungkaran yang terjadi didepan matanya. Bagaimana tidak marah, umatnya yang telah susah payah beliau bela mati-matian dari kekejaman Fir'aun, kemudian ditampakan mukjizat Nabi Musa dengan membelah lautan dan menurunkan makanan dari langit, namun umatnya sangat mudah terhasut dan ketika Nabi Musa pergi sebentar untuk menerima wahyu dari Allah Swt. Umat bani Israel itu malah kembali melakukan perbuatan syirik dengan menyembah patung sapi. Sementara saudara Nabi Musa yaitu Harun, akhirnya menjelaskan bahwa beliau sudah berusaha mencegah dan memperingati. Akhirnya Nabi Musa dan Nabi Harun berdamai kembali dan tetap melanjutkan syiar dakwah tanpa lelah dan marah, kalaupun marah namun tak gentar untuk berhenti, karena sudah menjadi tugas suci bagi para Nabi. 

 

Berbeda kisah Nabi Yunus, digambarkan beliau marah kemudian pergi meninggalkan kaumnya namun tidak ada kontak fisik yang terjadi. Nabi Yunus marah karena ia mengira bahwa kaumnya tidak mau mendengarkannya, maka dari itu ia pergi meninggalkan mereka. Ketika Nabi Yunus pergi naik kapal, ia pun sempat ditelan ikan Paus dan beliau mulai merenungi tindakannya yang pergi meninggalkan kaumnya. Nabi Yunus pun berdoa dalam perut ikan paus yang gelap, hingga akhirnya dikeluarkan oleh Allah Swt. Dan sang Nabi akhirnya kembali kepada kaumnya dan dengan kuasa Allah Swt. yang mendengar doa Nabi Yunus supaya kaumnya segera sadar dan kembali ke jalan yang benar, akhirnya dikabulkan oleh Allah Swt. Kaum Nabi Yunus mulai berubah kearah yang lebih baik.

 

Emosi marah yang muncul pada Nabi Yunus dan Nabi Musa ini merupakan sifat manusia yang lumrah. Bahwasanya Nabi juga adalah manusia. Namun marah karena melihat kemungkaran bisa menjadi motivasi untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Tetapi kisah tadi menunjukkan kepada kita bahwa seseorang harus bisa mengendalikan diri apabila emosi marah tersebut muncul. Jangan sampai kita menjadi lupa diri karena emosi marah yang menguasai diri kita.

 

Emosi Marah Menurut al Hadist

 

Emosi marah ini bisa melahirkan kekuatan fisik yang besar. Kekuatan tersebut bahkan bisa menguasai hati dan pikiran manusia. Emosi marah yang muncul bisa juga melahirkan nafsu yang besar dan merusak akal sehat. Berikut adalah hadits tentang larangan marah yang berbunyi:

 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

 

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ia berkata: Wahai Rasulullah, sampaikanlah suatu perkataan kepadaku dan ringkaslah mudah-mudahan aku memahaminya. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:  Jangan marah. Lalu aku mengulanginya berkali-kali, semuanya dibalas Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dengan sabda, Jangan marah!” (HR. Ahmad)

 

Cara Mengendalikan Amarah Sesuai Petunjuk Rasulullah

 

Emosi marah memang tidak dapat dihilangkan dalam diri manusia. Hal ini adalah sebuah naluriah manusia. Menurut Al-Ghazali, ada dua cara mengendalikan amarah. Yang pertama adalah tidak menuruti amarah, kecuali hanya pada persoalan yang tidak dilarang dalam agama dan tidak bertentangan dengan akal sehat manusia. Latihan ini bisa dilakukan dengan memaksakan diri sendiri dan melakukannya terus menerus sampai seseorang itu mengampuni dirinya sendiri. Dengan begitu manusia harus melatih atau melemahkan potensi amarah dalam dirinya sehingga, ketika emosi marah itu muncul, tidak akan terlalu berlebihan dan tidak sampai menyakiti orang lain.

 

Yang kedua adalah latihan dengan merenungkan bahwa manusia semuanya akan berakhir di dalam kubur. Dengan selalu merenungkan hal itu, manusia akan menjadi lebih zuhud di dunia. Ada baiknya kita selalu menyibukan pikiran dan hati kita dengan hal-hal yang positif, sehingga emosi marah sudah tidak punya tempat lagi di hati kita. Di dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa menahan amarah lebih baik dibandingkan membalasnya. Hal ini terdapat dalam surat An-nahl ayat 126-127 yang berbunyi:

 

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ

 

“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.”

 

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ اِلَّا بِاللّٰهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِيْ ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُوْنَ

 

“Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.”

 

Selain itu, beberapa hadits juga ada yang menjelaskan bagaimana meredam amarah. Hal yang bisa dilakukan dalam diam sehingga tidak keluar kata-kata yang tidak disukai oleh Allah Ta’ala yang bisa menyakiti hati orang lain. Hadits yang menyatakan untuk diam berbunyi:

 

 

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

 

“Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad)

 

Jika diam saja tidak cukup untuk meredakan amarah di dalam diri, maka cobalah untuk berganti posisi. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Hadits tersebut berbunyi:

 

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ  وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

 

“Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula, maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud)

 

Selain diam dan berganti posisi, ada baiknya untuk coba mengambil air wudhu. Air wudhu selain berfungsi untuk membersihkan diri juga memiliki manfaat untuk membersihkan hati. Ketika mengambil air wudhu, bisa saja kita lupa dengan hal-hal buruk yang ingin kita lakukan ketika sedang marah. Hal ini sesuai dengan hadits nabi yang berbunyi:

 

 

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

 

“Sesungguhnya amarah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR. Abu daud.

 

Penulis: Hj. Eri Rahmawati, S.Pd.I, MM.Pd.

Ketua PW Persistri Banten

Editor: RN

Editor : Farhan Rosyada

Postingan Lainnya

Comments (0)

Leave a Comment