Dalam momentum Hari Ulang Tahun Kota Serang ke-18 pada tanggal 10 Agustus 2025 yang lalu, saya sebagai Ketua Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PD Hima Persis) Serang Raya, melalui tulisan ini ingin menyampaikan pandangan kritis dan evaluatif terhadap arah pembangunan kota. Penulis menilai bahwa slogan Kota Kreatif, Kota Berbudi yang diusung pemerintah daerah adalah visi yang patut diapresiasi, namun belum sepenuhnya terejawantahkan dalam kebijakan publik yang efektif, inklusif, dan berkelanjutan.
Urban Paradox
Kota Serang menyimpan potensi besar sebagai pusat pemerintahan, kebudayaan, dan ekonomi kreatif di Banten. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih ada jurang antara visi dan implementasi. Berbagai indikator sosial, ekonomi, dan ekologis memperlihatkan bahwa pertumbuhan kota belum secara merata dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep urban paradox yang dikemukakan David Harvey (2008), di mana kota tumbuh secara fisik dan ekonomi, namun distribusi manfaatnya tidak merata dan bahkan sering memperdalam ketimpangan.
Dari aspek sosial, angka kemiskinan di Kota Serang masih berada pada level yang mengkhawatirkan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2023, persentase penduduk miskin meningkat menjadi 6,20 persen atau sekitar 44.990 jiwa, naik dari 5,94 persen pada tahun sebelumnya. Memang, pada akhir 2024 terjadi sedikit perbaikan dengan penurunan menjadi 5,65 persen, namun fluktuasi ini mencerminkan rapuhnya pondasi ekonomi rumah tangga di kota ini. Kemiskinan bukan sekadar persoalan pendapatan, melainkan juga akses terhadap layanan dasar, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja yang layak.
Di sektor pendidikan, Kota Serang masih menghadapi tantangan serius. Angka putus sekolah di beberapa kecamatan seperti Kasemen, Walantaka, dan Curug tercatat mencapai 7,5 persen. Rata-rata lama sekolah penduduk hanya 8,9 tahun, jauh di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebesar 12 tahun. Dalam bidang kesehatan, masalah gizi buruk dan stunting juga masih menghantui. Data terakhir menunjukkan prevalensi stunting meningkat 0,4 persen pada 2022, sementara angka kematian ibu dan bayi juga mengalami kenaikan, masing-masing menjadi 19 dan 32 kasus.
Mengutip teori capabilities approach yang digagas oleh Amartya Sen (1999), yang menekankan bahwa pembangunan sejati adalah tentang memperluas pilihan dan kemampuan setiap individu untuk menjalani kehidupan yang mereka nilai berharga. Ia menilai, indikator-indikator sosial di Kota Serang menunjukkan bahwa pendekatan pembangunan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat masih belum menjadi prioritas utama.
Selain itu, dalam perspektif ekonomi, Kota Serang belum berhasil keluar dari perangkap ketergantungan pada sektor informal. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada 2023 tercatat sebesar 7,45 persen atau sekitar 27.125 orang, dan meskipun turun menjadi 7,12 persen atau 26.686 orang pada 2024, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Rendahnya daya serap tenaga kerja formal menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki tenaga kerja dan kebutuhan pasar. Hal ini diperparah oleh rendahnya investasi yang masuk. Pada semester pertama 2023, realisasi investasi hanya sebesar Rp127 miliar, tertinggal jauh dibandingkan daerah lain di Provinsi Banten.
Kelemahan lain yang disoroti adalah rendahnya daya serap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang pada semester pertama 2025 hanya mencapai 44,99 persen. Menurut penulis, kondisi ini mencerminkan lemahnya kapasitas fiskal dan perencanaan pembangunan daerah. Pandangan John Maynard Keynes bahwa investasi publik yang tepat sasaran pada modal manusia dan infrastruktur dapat menghasilkan efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tanpa keberanian untuk memprioritaskan sektor-sektor strategis, Kota Serang akan sulit mewujudkan ekonomi yang inklusif.
Di dalam hal ihwal ekologis, penulis menilai bahwa Kota Serang sedang berada dalam kondisi rentan. Urbanisasi yang cepat telah menggerus ruang hijau dan memperburuk kualitas lingkungan. Kasus banjir di Kelurahan Cimuncang pada Februari 2025 adalah contoh nyata dari lemahnya manajemen drainase dan degradasi daerah resapan air. Minimnya ruang terbuka publik dan taman kota juga berimplikasi pada menurunnya kualitas hidup warga, baik dari sisi kesehatan fisik maupun mental.
Green Infrastructure dan Peningkatan SDM
Menggaris bawahi persoalan itu, mengacu pada konsep green infrastructure dari Benedict & McMahon (2006), yang menegaskan pentingnya jaringan ruang terbuka hijau dalam mendukung keberlanjutan ekologi dan sosial di wilayah perkotaan. Ia menambahkan bahwa perencanaan tata kota yang mengintegrasikan Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS) dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi risiko banjir dan menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan.
Dalam pandangannya, tantangan-tantangan ini tidak bisa diatasi dengan pendekatan parsial atau kebijakan yang bersifat reaktif. Diperlukan reformasi tata kelola yang menempatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi warga sebagai pilar utama. Salah satu langkah konkret yang dapat diambil adalah optimalisasi implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) melalui pengembangan portal daring yang mudah diakses, didukung oleh pelatihan aparatur sipil negara agar mampu mengelola dan menyajikan data secara transparan.
Selain itu, penulis menekankan perlunya penguatan sumber daya manusia melalui pendidikan vokasi yang terintegrasi dengan kebutuhan industri lokal, serta pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berbasis kreativitas dan teknologi. Ia juga mendorong pembentukan forum resmi pemuda dalam proses perencanaan daerah, seperti dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), untuk memastikan suara generasi produktif didengar dan dipertimbangkan dalam kebijakan publik.
Refleksi Kritis Introspeksi Kolektif
Dalam refleksinya, bahwa HUT ke-18 Kota Serang seharusnya tidak hanya menjadi perayaan seremonial, tetapi juga momentum introspeksi kolektif bagi semua pihak pemerintah, masyarakat sipil, dunia usaha, dan akademisi untuk bersama-sama membangun kota yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Masa depan Kota Serang bergantung pada kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi sosial, ekonomi, dan ekologis dalam satu kerangka pembangunan yang holistik.
Kota Serang bukan sekadar dibangun dengan beton dan jalan, tetapi dengan keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan kelestarian lingkungan. Kita membutuhkan keberanian politik untuk menempatkan manusia dan alam sebagai pusat pembangunan. Tanpa itu, visi Kota Kreatif dan Berbudi hanya akan menjadi slogan tanpa makna.
Penulis berharap, refleksi kritis ini dapat menjadi pemicu diskusi publik yang sehat dan produktif, sehingga perbaikan kebijakan dapat dilakukan secara terukur dan berkelanjutan. Penulis juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam proses pembangunan, mulai dari memberikan masukan pada kebijakan publik hingga terlibat langsung dalam program-program pemberdayaan.
Dengan dukungan data statistik resmi, kajian akademik, dan semangat kolaborasi, penulis percaya bahwa Kota Serang memiliki semua modal untuk menjadi kota yang bukan hanya kreatif dan berbudi, tetapi juga adil, makmur, dan ramah lingkungan. Namun, untuk mencapainya, diperlukan komitmen bersama dan konsistensi dalam implementasi kebijakan yang berpihak pada rakyat dan menjaga kelestarian lingkungan.
Oleh : Wildan Izzatulhaq
(Ketua PD Hima Persis Serang)
Referensi:
Badan Pusat Statistik Kota Serang, Statistik Daerah Kota Serang 2023–2024.
Databoks Katadata (2024), 5,65% Penduduk Kota Serang Masuk Kategori Miskin.
Radar Banten (2025), Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Serang Alami Penurunan Signifikan.
Harvey, D. (2008). The Right to the City.
Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.
Benedict, M. & McMahon, E. (2006). Green Infrastructure: Linking Landscapes and Communities.
Comments (0)