Kerugian

Oleh : Ustadz A. Maman Rahman

Boleh dikatakan bahwa tidak ada seoranpun manusia yang mendambakan kerugian, apakah dia itu orang muslim atau bukan.

Oleh karena itulah manusia selalu berusaha semaksimal mungkin dan bersungguh sungguh mengejar keuntungan dengan berbagai macam cara agar dirinya terlepas dari kerugian.

Sebagian orang ada yang semata mata mencari keuntungan dunia, sebagian orang ada juga yang semata mata mencari keuntungan ahirat dan ada pula yang menyeimbangkan antara keduanya. Sebagaimana yang disarankan oleh Islam.

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Quran Surat Al-Qosos : 77/Q.S. 28 : 77)
 
Ayat diatas merupakan suatu arahan agar ada kesimbangan antara dunia dan ahirat sehingga (keuntungan/kebahagiaan) yang diperleh itu tidak menjadikan kerugian/penderitaan  bagi orang lain akan tetapi hendaknya keuntungan dan kebahagiaan yang diperoleh oleh seseorang hendaknya jadi kebaikan dan kebahagiaan pula bagi orang lain dan hindarilah  hal hal yang menimbulkan dampak kerusakan di bumi ini, apakah kerusakan alam, kerusakan sosial, budaya dan moral atau kerusakan ahlak. 

Dalam paparan ini penulis kemukakan salah satu ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang orang orang yang berada dalam kerugian yakni yang tercantum dalam surat Al-Baqoroh 121 sebagai berikut :

 

اَلَّذِيْنَ اٰتَيْنٰهُمُ الْكِتٰبَ يَتْلُوْنَهٗ حَقَّ تِلَاوَتِهٖۗ اُولٰۤىِٕكَ يُؤْمِنُوْنَ بِهٖ ۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ ࣖ



“Orang-orang yang telah Kami beri kitab suci, mereka membacanya sebagaimana mestinya, itulah orang-orang yang beriman padanya. Dan barangsiapa yang ingkar padanya, merekalah orang-orang yang rugi”.

Sebelum sampai kepada kesimpulan bahwa “Orang yang mengingkari Al-Quran” adalah mereka orang orang yang berada dalam kerugian, maka penulis akan menyajikan terlebih dahulu dari awal ayat ini berdasarkan keterangan keterangan yang penulis tukil dari Tafsir Ibnu Katsier, sebagai berikut :

Mengenai lafadz “Al-Ladzina atainahumul kitaba yatlunahu haqqo talawatih”
(Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya)

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. 
Inilah pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Sa’id meriwayatkan dari Qatadah, bahwa mereka adalah sahabat-sahabat Rasulullahﷺ

Sedangkan makna dari “Yatlunahu haqqo tilawatih”, menurut hadits hadits yang yang diterima oleh para shohabat dari Rosululloh sebagai berikut :

Dari Umar ibnul Khattab, sehubungan dengan tafsir firman-Nya (Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya).

Yang dimaksud dengan “Bacaan yang sebenarnya” ialah apabila si pembaca melewati penyebutan tentang surga, maka ia memohon surga kepada Allah.

Apabila ia melewati penyebutan tentang neraka, maka ia meminta perlindungan dari neraka.

Abul Aliyah mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud pernah berkata :”Demi Allah Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya bacaan yang sebenarnya ialah hendaknya si pembaca menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan Allah, membacanya persis seperti apa yang diturunkan oleh Allah, dan tidak mengubah kalimat-kalimat dari tempatnya masing-masing, serta tidak menakwilkan sesuatu pun darinya dengan takwil dari dirinya sendiri”

As-Sudiyyu meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh-Nya, serta tidak mengubah-ubahnya dari tempat-tempat yang sebenarnya.

Dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya :“Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya” Bahwa mereka mengikuti petunjuknya dengan ikut yang sesungguhnya. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya ( (sebagai bukti bahwa makna “Yatlunahu” adalah mengikutinya. Kemudian Ibnu Abbas membacakan surat Asy-Syams ayat 2. (Dan bulan apabila mengikutinya).

Yang dimaksud dengan “Talaha adalah Ittaba’aha” yakni “Mengikutinya”
Dari Abdullah ibnu Mas’ud sehubungan dengan makna firman-Nya, (Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, bahwa mereka mengikutinya dengan ikut yang sebenarnya.

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Orang orang yang benar benar beriman kepada Al-Quran dan itulah yang dimaksud   adalah orang orang yang “Yatlunahu haqqo tilawatih” (Mereka orang orang yang membacanya sebagaimana mestinya).

Menurut Umar ibnul Khattab, Yang dimaksud dengan “Bacaan yang sebenarnya” ialah apabila  membaca ayat tentang surga, maka  memohon surga kepada Allah dan apabila membaca tentang neraka, maka minta perlindungan dari neraka. 

Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud, menghalalkan apa yang telah Alloh halalkan dan mengharamkan apa yang telah Alloh haramkan, bacaannya sama seperti yang diturunkan oleh Alloh, tidak merubah kalimat kalimat dari tempatnnya dan tidak menakwilkan dengan dirinya sendiri/ro’yunya sendiri.

Ibnu Abbas mengatakan  “Yatlunahu” adalah mengikutinya dengan menyitir dari surat Asy-Syams ayat 2. (Dan bulan apabila mengikutinya). “Talaha adalah Ittaba’aha” yakni “Mengikutinya”. Analogi dari surat Asy-Syams ayat kedua itu diibaratkan seperti “Bulan mengikuti matahari”.

Artinya adalah mengikuti bacaan dengan perbuatan. Sebagai gambaran sederhananya, ketika seseorang membaca ayat “Dzalikal kitabu La Roiba Fih” antara lisan dan perbuatan sama sama yakinnya, inilah keimanan yang sebenarnya.
Kata Abdullah ibnu Mas’ud mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, adalah mengikutinya dengan ikut yang sebenarnya. 

Disamping itu perlu pula diperhatikan ketika membaca Al-Quran yakni masalah tartil seperti yang termaktub pada surat Al-Muzammil ayat 4 yakni lafadz “Warottilil qurana tartila”


وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًا


Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.



وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ: لَا تَنْثُرُوهُ نَثْرَ الرَّمْلِ  وَلَا تَهُذُّوهُ هَذَّ الشِّعْرِ، قِفُوا عِنْدَ عَجَائِبِهِ، وَحَرِّكُوا بِهِ الْقُلُوبَ، وَلَا يَكُنْ هَمُّ أَحَدِكُمْ آخِرَ السُّورَةِ. رَوَاهُ الْبَغَوِيُّ


Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia telah mengatakan :”Janganlah kamu membacanya dengan bacaan seperti menabur pasir, jangan pula membacanya dengan bacaan tergesa-gesa seperti membaca puisi (syair).

Berhentilah pada hal-hal yang mengagumkan, dan gerakkanlah hati untuk meresapinya, dan janganlah tujuan seseorang dari kamu hanyalah akhir surat saja.” (Diriwayatkan oleh Al-Bagawi).

Mari kita teliti kembali ayat ini.

اَلَّذِيْنَ اٰتَيْنٰهُمُ الْكِتٰبَ يَتْلُوْنَهٗ حَقَّ تِلَاوَتِهٖۗ اُولٰۤىِٕكَ يُؤْمِنُوْنَ بِهٖ ۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ ࣖ

 

“Orang-orang yang telah Kami beri kitab suci, mereka membacanya sebagaimana mestinya, itulah orang-orang yang beriman padanya. Dan barangsiapa yang ingkar padanya, merekalah orang-orang yang rugi”. 

Orang orang yang beriman adalah orang orang yang membacanya sebagaimana mestinya, sedangkan diahir ayatnya dijelaskan bahwa orang orang yang ingkar kepadanya mereka adalah orang orang yang rugi.

Artinya orang orang yang mengingkari dari segala kemestiannya yang telah ditetapkan oleh Quran itu sendiri, misalnya ; ketika Al-Quran mengharamkan bukannya meninggalkan malahan melakukannya, ketika Alloh mengatakan :



يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا


Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Quran Surat An-Nisa : 29/Q.S. 4 : 29)

Ayat ini mengharamkan mengambil harta orang lain dengan cara yang batil (tidak benar, jahat, merampas, menipu, merampok, korupsi) malahan ia melakukannya tanpa merasa jadi orang yang rugi, bahkan tanpa merasa berdosa dan tidak merasa berbuat dolim terhadap dirinya sendiri dan orang lain yang seharusnya dia lindungi dan dia sejahterakan. 

Al-Quran memerintahkan supaya berlaku amanah malahan yang dilakukannya adalah penghianatan, hianat terhadap diri sendiri, hianat terhadap ummat, hianat terhadap Kitab Suci yang berada diatas kepalanya ketika disumpah dihadapan orang banyak. Dan kita perhatikan diahir ayatnya “Ia telah menghianati cinta dan kasih sayangNya”.

Ingatlah apa yang telah Alloh wasiatkan kepada manusia agar ketika kalian mengambil bagianmu di dunia janganlah kalian janganlah kalian berbuat  kerusakan di bumi dengan cara mengambil bagian orang lain dan ingatlah bahwa pada ahirnya nanti kalian dan kita semua akan dipertemukan dengan pengadilan Alloh.

Editor : Hanif

Postingan Lainnya

Comments (0)

Leave a Comment