Sumber Kemerdekaan Adalah Iman

“Dan janganlah kamu lemah dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Ali ‘Imran: 139)

Suatu hari Rasulullah saw menjelaskan kepada para sahabat, “Sesungguhnya apabila Allah ingin membinasakan seseorang, maka Allah akan cabut rasa malu dari diri orang itu. Bila telah tercabut rasa malu dari orang itu, maka tidak kau dapati ia kecuali sangat keras dan kasar. Bila begitu keadaannya, maka akan dicabut rasa amanah dari orang itu.  Lalu tidak engkau dapati ia kecuali sebagai pengkhianat. Kalau sudah begitu, akan dicabut rasa kasih sayang dari dirinya.  Maka tidak engkau dapati ia kecuali terkutuk. Kalau sudah begitu, akan dicabut tali-tali Islam dari dirinya. (HR. Ibnu Majah).                             

Saat ini kita semestinya terus menerus mengingatkan diri kita akan sabda Rasulullah saw di atas. Baik kita sebagai pribadi maupun kita sebagai anak bangsa Indonesia. Bila kita merenungkan lebih dalam sendi-sendi bangsa ini, kita akan sangat prihatin atas banyaknya pemegang amanah rakyat (pemerintah) yang perilakunya amat memalukan. Cacat moral dan etika tanpa malu mereka pertontonkan. Tidak semua, memang, barangkali seperti dalam ungkapan “bagai nila setitik rusak susu sebelanga”. Namun, mungkin harus kita akui juga, di negeri kita, titik nilanya bukan sekadar satu atau dua.

Sebagai anak bangsa kita tentu ingin negeri kita aman, damai dan makmur sentosa. Nyatanya, kemiskinan masih sangat timpang di negeri yang subur ini. Para pemegang amanah rakyat yang sudah kaya itu ingin makin menambah kekayaannya. Adapun rakyat miskin semakin bertambah.  

Sumber kemerdekaan negeri ini adalah iman. Yakni ketika para pemimpin negeri mengelola negara dengan amanah. Rasa amanah yang tinggi itu adalah buah dari iman. Iman yang menjadi radar ke mana segenap usaha memperbaiki bangsa akan ia kerahkan. Iman melahirkan tanggung jawab yang penuh dan utuh sebagai bukti kecintaannya pada Rabb.

Dalam surat Al-Nashr, Allah swt. telah mengajarkan kita bagaimana cara menyikapi kemenangan dengan iman, yakni dengan banyak bertasbih dan istigfar.

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dalam dengan Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nasr: 1-3).

Bertasbih artinya kita memuji Allah sebagai pemberi kemerdekaan. Dan istigfar artinya kita minta ampunan atas kekurangan, kekhilafan yang kita lakukan selama menempuh dan menikmati kemerdekaan. Maka, kita sebagai rakyat, dan juga mereka para pemangku amanah rakyat harus mengamalkan dua kunci ini. Bukan diisi dengan santai apalagi hura-hura. Juga bukan dengan  merusak dari dalam nan merugikan.


Penulis: Rizqie F. Jurnaliska
Editor: Ratu Nizma

Editor : Ratu Nizma Salma

Postingan Lainnya

Comments (0)

Leave a Comment